Disusun oleh :
Yanuar Puspitasari / XIS 2 / 31
BAB I
Landasan Teori
Istilah kelinci (indonesia), rabbit (Inggris), atau
arnab yang digunakan orang Arab atau Malaysia adalah bagian dari dunia satwa
yang cukup mengundang ketertarikan setiap orang. Makhluk unik yang memiliki
nilai manfaat mulai dari daging, bulu ,feses, dan air kencingnya ini terus
berkembang dan mampu mengisi ruang publik pembicaraan dalam dunia peternakan
kita. Akhir-akhir ini fenomena kelinci hias sering muncul diberbagai media
cetak ataupun elektronik. Di tanah air serasa mendapat
pemandangan yang unik dengan peliharaan ini. Beberapa stasiun televisi maupun
media cetak memandang sebagai sebuah fenomena hobi, bukan bisnis (peternakan).
Kecenderungan ini wajar, mengingat selama ini kita hanya tahu bahwa kelinci
yang dipelihara di Indonesia jenisnya monoton dan dipelihara untuk konsumsi
daging. Dua tahun terakhir ini kelinci hias import dari berbagai negara sudah
mulai menjamur, namun tergolong sedikit dan hanya beredar di daerah pulau Jawa
seperti : Parongpong dan Lembang (Bandung), sebagian di Malang (Jawa Timur) dan
beberapa kota lain.
Penghasil daging, bisa sebagai
alternatif untuk memenuhi kebutuhan gizi bagi keluarga. Di
antara jenis kelinci penghasi daging adalah : Vlaams, New Zealand, White
England
dll. Penghasil anakan atau bibit, ditujukan untuk mendapatkan ternak
pengganti (replacement stock) dan
juga ternak hias. Jenis kelinci yang banyak diminati untuk ternak hias antara
lain : angora, lion, dan rex totol.
Penghasil bulu dan bahan industri, sebagai contoh
adalah kelinci jenis angora. Dalam setahun seekor kelinci
angora mampu menghasilkan 100-200 gram wool dengan 4 kali pemotongan. Tetapi di
Negara kita belum ada yang mengusahakan. Hanya ada beberapa saja yang mau
mengusahakan industri tersebut.Selain perawatannya yang cukup sulit harganya
pun relatif mahal,serta peminatnya pun
sebagian besar dari kalangan menengah keatas.